Rabu, 22 Mei 2013

Remember Bali?

Nama  Bali itu bagaikan penyihir bagi para turis untuk datang dan menikmati isinya. Banyak hal yang bisa dilihat di sana. Mulai dari kehidupan tradisinya sampai hal baru yang banyak dibawa oleh para turis dari luar negeri.
Yang unik tradisi rakyat Bali tidak luntur oleh kemajuan zaman. Bentuk-bentuk tradisi malah banyak ditonjolkan. Tari Kecak misalnya, yang membawakan petikan kisah Ramayana masih bisa ditonton. Bahkan Tour and Travel malah menjualnya kepada para turis manca negara maupun domestik dan masarakat bisa mendapatkan keuntungan dari bisnis itu. Ibaratnya seperti Life museum. Masyarakat menyiapkan tradisnya dibeli para wisatawan dan hasilnya kembali ke masyarakat. Sayangnya pihak Dinas Pariwisata Bali kurang memperhatikan kebutuhan tempat ibadah bagi wisatawan muslim. Padahal mayoritas pengunjung adalah muslim. 
Hal senada satu-satunya, mungkin, hanya bisa di jumpai di kawasan Kotagede Yogyakarta. Di Kotagede khususnya dalam produk tradisi mulai dari makanan kuno, ukir perak sampai rumah-rumah tradisi masih bisa dijumpai.
Inilah beberapa foto tentang Bali yang bisa dipakai pertimbangan jika ke pulau Bali:

Naik parasut seperti ini bisa  didapatkan di Benoa


Ini Pura Tanah Lot yang terkenal itu. Banyak yang berfoto di situ

Tanda di dahi itu menunjukkan kalau sudah mengunjungi obyek wisata Pura Tanah Lot
Pantai Sanur dengan latar belakang gunung Agung. Banyak yang menantikan sunrise di sini.
Seorang anak dengan ibu bapaknya di pantai Kuta
Pantai Kuta banyak dikunjungi turis dari berbagai negara dan terkesan bebas. Kuta memang romantis'
Hutan wisata Sangeh yang sejuk menyimpan banyak kera di dalamnya. Hutan berupa hutan homogen pohon Pala. Kera ini suka meloncat naik ke bahu dan meminta makanan. Tenang saja tidak akan menggigit. Bawalah kacang atau potongan roti kecil atau pie yang lain sebelumnya agar bisa bercanda dengan mereka. Jangan khawatir di sekitar tempat itu banyak pawang yang setiap saat bisa membantu.

Posisi tangan harus seperti itu tempat kacang
atau roti  diletakkan. Memang Kera!
Menurut anda jabat tangan atau mengambil kacang?
Wisatawan, kacang dan kera

Just Relax!

Jumat, 10 Mei 2013

Kota Tua


Sebuah candi berdiri di suatu tempat tidak bisa kita artikan hanya sebuah bangunan di situ. Tetapi harus kita lihat dengan kesatuan kehidupan yang ada pada saat itu sebagai suatu kesatuan tata kehidupan bersama-sama. Itu yang terjadi ketika saya dengan santai mengunjungi candi Sojiwan yang terletak di dusun Sojiwan, Kebondalem kidul, kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. kita-kira 2 km selatan candi Roro Jonggrang atau Prambanan yang terkenal itu.
Candi Sojiwan tergolong kecil saja, bisa dibandingkan dengan candi-candi Gedhong Songo di pegunungan Telamaya, utara Ungaran Jawa Tengah. Kira-kira seperti itulah besarnya. Tetapi yang menarik perhatian adalah candi Sojiwan ini berada pada satu kumpulan candi yang berserakan mulai dari candi Plaosan diutara Prambanan, diikuti candi-candi lain yang masih berantakan, kemudian candi Prambanan sendiri, Ratu Boko, ke selatan dan tenggara ada candi Barong, candi Banyuniba dan candi Ijo. Suatu komplek percandian mirip perkotaan yang sangat luas dan besar, luar biasa!
Belum lagi kalau kita bayangkan barisan candi mulai dari sekitar Temanggung tempat ratu SimHa, Gedhong Songo, keselatan sampai  pusat pemerintahan Mataram Lama yang melingkari lereng kaki gunung Merapi, Borobudur sampai Sleman, (bahkan di komplek kampus UII ditemukan candi!), melingkar kaki Merapi keselatan seperti sabuk raksasa sampai Prambanan dan Sojiwan seperti di atas. Jelas merupakan suatu tata kehidupan yang makmur dan amat luas.
Yang mungkin terasa agak aneh adalah komplek percandian itu tidak pernah berkembang ke selatan mengarah kota Yogyakarta. Perlu studi Stratigrafi kegunung apian untuk memahami keadaan tanah waktu itu. Mengingat kota Yogyakarta pada masa-masa itu di sana-sini masih banyak genangan air sebagai akibat pengangkatan tanah di pegunungan Selatan dan bukit Menoreh. Studi geologi berhasil mengetahui kalau masa aktif Merapi terjadi pada abad 1-3, abad 5-6, abad 12-15 dan masa aktif Merapi abad 16 - 17 telah mengeringkan air di wilayah Borobudur dan Gantiwarno Klaten dan tentu saja beberapa cekungan di Godean dan Yogyakarta, bahkan di Kalibayem Yogyakarta sampai pada 320 tahun yang lalu masih berupa genangan air yang besar. Karena itu bisa diduga kalau perseberan candi tidak pernah mengarah keselatan tetapi melingkari kaki gunung Merapi. Setidaknya seperti itu yang tampak sekarang. Entah kalau besok ditemukan bukti lain.
Yang mengejutkan tentang candi Sojiwan adalah adanya fakta sejarah  prasasti Rukam bertahun 829 Saka (907 M) yang saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, disebutkan tentang peresmian restorasi desa oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana. Sebelumnya desa itu memang  hancur oleh letusan gunung berapi. Sebagai imbalannya, penduduk dusun Rukam harus merawat sebuah bangunan suci yang terletak di Limwung. Bangunan suci ini diidentifikasi sebagai Candi Sajiwan, sedangkan nama pelindung kerajaan yang disebutkan dalam prasasti ini : Nini Haji Rakryan Sanjiwana, diidentifikasi sebagai Ratu Pramodhawardhani, nama Sajiwan diyakini di dedikasikan untuknya. Candi ini dibangun antara 842-850 M, kira-kira dibangun di era yang sama dengan Candi Plaosan di utara Prambanan.
Candi Sajiwan ditemukan kembali pada tahun 1813 oleh Kolonel Colin Mackenzie, Staf zaman Sir Stamford Raffles. Dia meneliti peninggalan arkeologis di sekitar Prambanan  dan menemukan kembali reruntuhan tembok yang mengelilingi candi Sojiwan. Tapi yang seperti ini saya ragu, paling-paling Mackenzie hanya dapat laporan atau berita dari masyarakat bahwa di sana ada reruntuhan candi, lantas mental penjajah merasukinya dan mengubah kebenaran. Walahualam bisawab.
Berikut ini beberapa foto candi Sojiwan dan Banyuniba (harap diketahui nama-nama ini adalah nama dusun):
Candi Sojiwan dilihat dari pintu masuk


Salah satu relief yang masih utuh


Pintu masuk candi Sojiwan, yang kanan asli- yang kiri?

Candi Bahyuniba, atapnya mirip bunga Teratai

Sepi dan indah  


Just Relax!

Kamis, 09 Mei 2013

Animal Care

Mungkin anda tidak pernah peduli terhadap oranghutan, padahal hewan ini diduga mampu menyebarkan 540 jenis bijian setahun dalam siklus makanan mereka. Kalau saja kita anggap satu oranghutan berkeliaran 1 km persegi, kita bisa membayangkan betapa rapatnya tumbuhan yang tumbuh akibat adanya oranghutan ini dan gratis lagi!
Tapi nasib sial menimpa hewan ini, ditangkap, di"penjara" bahkan dibunuh. Karena itu di Yogyakarta, tepatnya di dusun Paingan, Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, berdiri Animal Care, terletak di perbukitan pada ketinggian 42 m dari muka laut.
 Bagi yang penasaran anda bisa Klik disini. Jalan paling mudah untuk menemukan Jogja orangutan centre adalah melalui jalan Wates, sampai di bangjo pertigaan Sentolo anda belok kanan, ketika saya berkunjung lagi tahum ini 2013 sayang sekali lampu lalu lintas sudah tidak ada, jadi anda bisa langsung belok kanan  melalui pasar Sentolo - Pengasih dan teruskan saja ikuti arah penunjuk jalan kira-kira 6 km akan terlihat pertigaan, ambil kanan dan sampailah disana.
Formasi topografi daerah Sentolo Kulon Progo yang akan anda lalui diduga terbentuk saat kala Miosen Tengah, lahan bergelombang, berbukit, bergunung, karena itu anda akan banyak menelusuri perbukitan, tanahnya cenderung lempung dan lengket di sepatu. Berbeda dengan kondisi tanah di bagian Yogyakarta yang lain yang banyak ditutupi oleh pelapukan erupsi Gunung Merapi banyak berupa debu dan berpasir. Jika ingin kesana yang perlu diingat adalah tempat itu bukan kebun binatang. Kalau ingin melihat binatang bagaimana bertingkah laku saya sarankan lebih baik ke Kebun Binatang
Ini beberapa foto di tempat animal care itu:

    Beberapa kera ekor panjang menghuni panti animal care sebelum dilepas kehutan.

Ada beberapa pilihan "menu" didalamnya.

Cottage

 Suasana malam disekitar cottage

Kamar kelas VIP. Mau coba satu dua hari?

Ada tempat istirahat

Jalan menuju Animal care, mulus.





Just Relax!