Minggu, 29 November 2015

Karangsambung (Update)

180 juta tahun yang lalu
Menemani murid-murid SMA studi geologi di Karangsambung memang memberi kesan tersendiri. Hamparan bebatuan di lanskap Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah yang ratusan hektar luasnya dengan gembira dijelajah seperti tidak ada rasa lelah. Dari satu obyek studi ke obyek studi lainnya memang harus naik kendaraan atau bus mikro, tetapi paparan bentang alam di obyek studi itu memang bisa menguras tenaga. Kebetulan bulan November 2015 belum hujan sehingga semua terasa panas. Disarankan kalau ada yang akan melakukan studi geologi di Karangsambung pakailah pakaian olahraga dengan sepatu anti selip serta topi atau payung, jangan lupa botol minuman harus ada di ikat pinggang. Kalau musim hujan harus hati-hati banyak tempat licin, tetapi jangan kuatir para petugas dari LIPI Karangsambung yang rata-rata lulusan paska sarjana dibidangnya akan memberi tahu dengan ramah apa yang harus dikerjakan.
Suasana ceria anak-anak seusia SMA memang sudah terasa sejak masuk ke Kampus LIPI Karangsambung sekitar waktu maghrib saat itu, apalagi saat makan malam terasa ada ruang komunikasi yang terbuka lebar antara para guru yang mendampingi dengan para siswanya. apalagi malam harinya seusai makan malam ada kuliah geologi dan bencana kebumian dari pengajar Kampus LIPI Karangsambung. Anak-nak SMA mendapati suasana kuliah yang sejuk tentu menimbulkan sensasi tersendiri.

Suasana kuliah malam
Dengan antusias mengikuti perkuliahan
Bapak Husni (tengah) dosen LIPI Karangsambung bersama
guru-guru SMAN 1 Gamping Sleman yang mendampingi siswa
              Selesai istirahat malam, pagi harinya dilanjutkan dengan studi lapangan menuju situs Batuan diabas dengan struktur columnar joint di gunung Parang, terus ke Batuan fillit di kaki bukit Sipako dan sekitar Kali Luk Ula, Batuan dan perbukitan melange yang berupa cekungan indah dan sampai ke Batu Rijang dan batu gamping merah.
Meskipun terasa melelahkan tetapi bisa memuaskan hasrat akan ilmu pengetahuan yang tidak bisa didapat didalam kelas, demikian juga para siswa seperti sudah mendapatkan jawaban atas segala hal tentang struktur bebatuan tanah P.Jawa yang selama ini hanya berada di angan-angan mereka.

Suasana pagi berkabut di Kampus LIPI Karangsambung

Jalan pagi disekitar Kampus LIPI Karangsambung
Turun ke dasar Kali Luk Ula untuk mempelajari formasi
Batuan yang menjadi pondasi tanah Jawa
Disepanjang sungai Luk Ula sebelah utara inilah ditemukan struktur batuan yang berusia 180 juta tahun yang lalu 
    
Inilah batuan yang menjadi pondasi Pulau Jawa

     Mengamati potongan batuan
Lanskap perbukitan Melange, bekas gunung api purba, sekarang tinggal cekungan dan perbukitan
Onggokan bekas Lava gunung api, gunungnya sendiri sudah hilang entah kapan
Berfoto dulu sejenak sebelum menuju ke formasi Batu Rijang dan Batu gamping merah!
Batuan serpentinit Pucangan, asli 8000 m dibawah permukaan laut. Muncul ke permukaan dan bisa untuk berfoto ria, termasuk bapak Rahmat (kaos putih) yang sedang memotret diri!
              Menjelang sore setelah selesai melihat displai batuan di kampus LIPI Karangsambung, sambil pulang ke Yogyakarta kami sempat refreshing di pantai Suwuk Kebumen, Jawa tengah. Inilah beberapa foto yang menarik.:

Ini adalah foto terindah yang bisa diabadikan saat itu: Big Selfie!
Kreasi, Seni atau keamanan?
Generasi masa depan yang ceria

       Akhirnya malam itu kami sampai di sekolah sekitar jam 00.00 wib dengan membawa karunia Illahi berupa rasa syukur bisa mempelajari ayat-ayat kauniyah NYA.


Just Relax!

Kamis, 05 November 2015

Jatijajar

Lanskap dari Gua Jatijajar
Ini adalah nyata boleh percaya boleh tidak, hampir semua tempat yang selalu menjadi tujuan berkumpulnya orang di Indonesia, khususnya Jawa atau Sumatra selalu berkait dengan cerita legenda atau kisah perjuangan yang menyertai tempat itu. Gua Selarong di Yogyakarta misalnya, menjadi tujuan  wisata karena berkait dengan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Kaliurang, Magelang dan Ambarawa berkaitan dengan pusat pemukiman orang Belanda di masa penjajahan.
Pada masa yang lebih kuna gua Jatijajar sebagai tempat wisata di Gombong, Jawa Tengah berlatar belakang legenda Raden Kamandaka yang pada waktu masa pemerintahan Kerajaan Pajajaran gua ini masuk di wilayah Pasir Luhur atau Banyumas sekarang ini. Legenda Raden Kamandaka menyebar mulai dari daerah Pasundan di Jawa Barat sampai Jawa Tengah bagian barat. Legenda ini juga dikenal dengan dongeng Lutung Kasarung (The Lost Ape).
Lutung Kasarung, seperti pada kisah Calo Narang pada kisah folklore Bali, berisi perjuangan dan kesabaran menghadapi kesulitan. Alkisah Prabu Dewa Niskala dari kerajaan Pajajaran dibuat bingung oleh kedua putranya yang tidak bersedia melanjutkan kepemimpinan di kerajaan Pajajaran karena masing-masing masih ingin menambah kepandaian dan kemampuannya lebih dahulu. Putra kerajaan yang muda Raden Kamandaka mengembara sampai ke daerah Pasir Luhur dan setelah mengalami banyak hal sampailah ke Gua Jatijajar.

Gua Jatijajar dari depan, sudah dipugar sebagai tujuan wisata

Untuk mencapai mulut gua anda harus meniti 84 anak tangga pada tahap ke dua, pada tahap
pertama anak tangga yang anda lalui berjumlah 100, cukup melelahkan.


Kalau anda datang pada tiga dekade yang lalu, kendaraan bisa merapat ke mulut gua. Tetapi kalau sekarang orang harus berjalan kaki cukup jauh melewati anak tangga seperti pada foto diatas.

Ibu-ibu seusia ini memilih istirahat sambil mengenang puluhan tahun yang lalu ketika pertama kali ke Jatijajar.
Beberapa guru SMA Kabupaten Sleman yang mengajar Kewarganegaraan  sedang studi lingkungan
dan sejarah tradisional


Yeaah... mungkin mereka sedang teringat masa muda ?

Ciri khas pegunungan selatan puncaknya meruncing mungkin mengalami banyak deformasi, Jatijajar
berada diantaranya


Just relax!