Senin, 21 November 2016

Melintas Jonggrang Plateau

Masih mengenai dataran tinggi di kawasan Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta, tempat yang ramah penduduknya dan mempunyai banyak tempat menarik untuk di lihat. Penasaran dengan nama Jonggrang plateau akhirnya kami lintasi suatu trek menuju sebuah lembah di puncak pegunungan Menoreh yang menyimpan goa alam, goa Kiskendo!. Jalan menuju ke arah goa tidak banyak menantang adrenalin. Sebuah jalan tembus melintasi pegunungan Menoreh menuju kota Purworejo. 
Jalan memang menanjak dan menurun  tetapi mudah dilintasi. Dibandingkan dengan trek menuju Suralaya dari kebun teh di Nglinggo perjalanan ke goa Kiskendo menjadi terlalu mudah.Hanya nanti ketika kembali dengan melintas jalan raya Kenteng Purworejo di Nanggulan ada jalan menurun tajam, asal hati-hati semua bisa dilintasi dengan aman. Inilah beberapa gambar yang bisa memberi gambaran tentang alam disekitar goa Kiskendo:



Keseluruhan jalur tempuh
Kalau menemui tanda ini
berhentilah sebentar, lihat !
Beberapa tanda penunjuk jalan yang
bisa ditemui
Dari Tompak View!
Diujung sana ada Samudra Hindia,
tampak dari Tompak View
 Angin sejuk - dingin bertiup melalui lembah ini, kearah gardu pandang di Tompak View.
Alam  Kiskendo adalah sebuah
lembah, naik-turun!
Ada Theatre terbuka di
tengah taman.
Taman ditengah lembah
Theatre terbuka berlatar belakang
Pendapa Jawa
Taman di lihat dari bukit diatas Goa
Pendapa di taman Kiskendo, bisa
untuk istirahat.
Tangga ke atas bukit sisi timur
kurang perawatan
Lembah Kiskendo dari atas bukit,
indah!
Tangga naik-turun bukit, pastikan
anda cukup
sehat untuk melalui
Pintu goa Kiskendo, ajaklah guide
agar lebih nyaman!

Secara umum goa Kiskendo dengan tamannya cukup asri untuk melepas lelah tapi harus diketahui posisi goa ini berada pada suatu lembah diatas pegunungan. Pada saat masuk ke taman ataupun ke goa jalan memang menurun namun jangan kawatir semua aman untuk dilalui, tetapi saat kembali kearah parkir motor atau mobil atau saat menuju pintu keluar, kejadiannya adalah sebaliknya, harus berhenti beberapa saat untuk tarik nafas. Hallo Dinas Pariwisata Kulonprogo, bagaimana kalau dibuatkan tangga berjalan? tentu lebih nyaman!
Siang itu kami kembali on cycle melintasi punggung bukit dan mampir warung bakso di dusun Jonggrangan. Lho Jonggrangan? apakah Van Bemellen pernah kesini?!


Just relax!


Selasa, 18 Oktober 2016

Melintasi Oblong Dome

Oblong Dome
Barisan pegunungan di sisi barat kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari geomorfologi zona Jawa Tengah bagian selatan yang berupa bentangan berbentuk Plato (Plateau) dengan perkiraan panjang 32 kilometer dari selatan ke arah utara dan lebar barat ke timur bisa mencapai 20 kilometer. Plato yang luas ini di kenal dengan nama Plato Jonggrangan. Oleh Van Bemellen (1948) Plato ini diberi nama Oblong Dome. Kemiringan lereng rata-rata 15 derajat sampai 16 derajat dengan variasi ketinggian antara 100 - 1200 meter.  Daerah ini sekarang menjelma menjadi Kecamatan Kokap, Girimulya dan Samigaluh. Lintasan Kokap - Girimulya sengaja tidak kami lalui karena berdasar peta lintasan yang menantang adalah trek Samigaluh - Kebun Teh - Puncak Suralaya yang trek jalannya berada di puncak pegunungan dan turun ke Ancol Kalibawang. Di daerah inilah kami melintas, jalan menanjak-berkelok-menurun dan rusak parah saat menuju puncak Suralaya dari kebun teh di Nglinggo, Samigaluh.
Sehari sebelumnya trek jalan di Oblong Dome ini sudah kami pelajari. Pemilihan menggunakan motor besar dan berat kami singkirkan. Memilih motor kecil dan ringan antara 100 - 150 cc lebih masuk akal. Akhirnya dua motor, Matic 150 cc dan  Cub 110 cc meluncur dan hari itu cuaca cerah berangin motor bisa dipacu sampai 70 - 80 km/jam setelah lepas dari Godean melintasi jalan mulus di antara persawahan menuju Desa Wisata Nglinggo.

Jalur berangkat melalui Godean-Kalibawang-Samigaluh-Kebun Teh Nglinggo- Ancol Kalibawang dan kembali ke Godean

Jalur berangkat relatif mudah ditempuh, tantangan baru terasa ketika mulai dari Pasar Nglinggo dan naik ke Kebun Teh tapi masih bisa diatasi. Sampai di Kebun teh bisa beristirahat sambil memandangi lanskap yang menawan. Bahkan puncak gunung Slamet bisa dilihat dengan jelas.

Menuju puncak Gunung Jaran
Lanskap perkebunan teh
Gunung Manten, seperti gunung Kelir, berupa
singkapan batu gamping
Puncak gunung Slamet

Dari kebun teh terus menyusuri jalan utama bisa ditemukan sebuah Masjid di dusun Tritis yang letaknya persis di depan rumah dukuh Tritis.

Air di mesjid ini dingin
Warung dukuh Tritis

Berbekal keterangan dari penduduk, Puncak Suralaya hanya berjarak 4 km lagi, menurut Google Map jarak Kebun Teh Nglinggo - Suralaya 7 km, kemudian kami kesana. Terasa sekali motor matic tidak mempunyai engine brake ketika menuruni bukit tajam, berkelok dan panjang sehingga hanya mengandalkan rem. Itu menakutkan. Ketika memasuki area jalan yang rusak dan berbatu-batu lepas, sempat terpelanting tak terkendali. Kalau ada yang mau mencoba melintasi jalan dari kebun teh ke Suralaya dengan matic, not recomended saat ini karena jalan masih diperbaiki tambal sulam padahal trek-nya naik tajam, menurun tajam berbelok tajam, tepi jurang! Kecepatan yang bisa ditempuh sampai 20km/jam, jalan berstruktur batuan kerikil lepas, berpasir campur tanah, jangan berharap kalau motor di rem akan berhenti tapi malah selip. Jadi harus pelan. Matic yang saya pakai pada saat melalui jalan menurun kalau di rem cenderung selip kekanan, cukup menguras tenaga! Setelah berjuang keras baru beberapa ratus meter sebelum Suralaya jalan lumayan baik.
Walau mendebarkan akhirnya sampai juga ke Suralaya. Inilah beberapa fotonya:

Lanskap yang menawan!
Sebelum berangkat ke Suralaya, nampang dulu!
Mampir ke petilasan Kawidodaren
Kawasan mistis antara Kebun Teh - Suralaya
Itu bukan sekedar Gasebo biasa tapi tempat meditasi
Puncak tertinggi di pegunungan Kulon Progo, tidak bisa
 melihat lanskap, pohon dan bangunan tidak tertata baik.

Pulang dari Suralaya ke Godean sempat mampir ke dusun Tonogoro tempat durian Menoreh dan embung buatan.

Icon buah Durian
Embung isi ikan air tawar

Lanskap yang menawan
Bersih menawan


Just Relax!

Sabtu, 27 Agustus 2016

Kereta Horse-drawn carriage

Membayangkan bagaimana para kesatria dan Raja di tanah Jawa memerintah dan menjalankan tugasnya 300 - 400 tahun yang lalu sungguh memberi nuansa eksoktik luar biasa. Dengan kereta yang ditarik 4 atau 6 atau bahkan 8 ekor kuda, mengadakan jelajah daerah yang masih banyak hutan dan tanpa listrik. Kereta yang dipergunakan bukan sekedar horse drawn carriage seperti zaman wild-wild west tapi bagai Limousin yang mewah. Tidak perlu AC karena waktu itu masih penuh hutan yang pohonnya menyegarkan udara bahkan mungkin breeze dan terasa segar!
Untuk kerajaan Yogyakarta dan Surakarta rata-rata kereta itu diberi nama yang menambah sakral. Nama-nama seperti Kyai Jatayu atau Jongwiyat bisa membuat yang mendengar kuncup hatinya. Untuk mengetahui lebih banyak anda bisa datang ke museum Kereta di Rotowijayan Yogyakarta. Beberapa diantaranya masih bisa ditengarai bikinan Belanda atau Spanyol. Kereta Horse-drawn carriage yang dipergunakan sebagai alat transportasi oleh masyarakat di Yogyakarta dan Solo disebut Andong. Fungsinya seperti taksi. Kalau belum penuh penumpangnya anda bisa menghentikan untuk ikut naik menuju arah yang disetujui. Andong di Yogyakarta masih bisa ditemui dikawasan Kotagede.

Kereta dua penumpang dengan dua lentera di kanan-kiri, sangat bagus.
Andong, kereta taksi biasanya ditarik dua kuda.
Kereta khusus kalau keluar dari sanggarnya diserta sesaji tertentu
Steven dari Raja Ampat Papua di depan Kereta
Kereta milik Bapak Basuki, Gamping Yogyakarta sedang dihias
dengan Songsong Pusaka
Kalau kusir Andong seperti ini, pasti laris!


Just Relax!

Senin, 16 Mei 2016

Melihat Bali dari sisi lain

Bali sebagai tujuan wisata nomor satu di Indonesia hampir semua orang tahu, bahkan sangat dikenal oleh para turis dari luar negeri. Biasanya yang menjadi tujuan adalah Legian all night session area bersambung ke pantai Kuta dari pagi sampai matahari tenggelam. Beberapa turis asing sering memilih pantai Benoa untuk menikmati wahana laut. Biro wisata lokal memakai Benoa sebagai destinasi yang tidak ditinggalkan. Pantai Melasti juga mulai banyak dikunjungi, Pantai ini sekarang dikenal dengan nama pantai Pandawa. Nama Pandawa terkesan di cari-cari karena lima tokoh Mahabarata ini memang tidak pernah sampai ke Bali. Secara sosiologis masyarakat sekitar pantai Melasti lebih suka mencari persamaan susahnya memenuhi standar kehidupan yang layak ketika pantai itu belum dibuka sebagai tujuan wisata dengan masa prihatin para tokoh wayang ini. Mereka memakai potret perjuangan para tokoh Mahabarata itu sebagai refleksi diri untuk berjuang mengatasi kesulitan hidup. Sah-sah saja!
Bali Cultural Centre (BCC) di Gianyar, Bali di desain sebagai miniaturnya Bali. Banyak hal bisa dilihat tapi tidak utuh, hanya fragmen budaya, khususnya yang live! Kadang ada yang tidak mendukung tampilan. Berikut ini beberapa foto yang cukup menggelitik :

Body Language Tari Pendet.
Tradisional dan Alat komunikasi!


Tradisi Pendet
Nuansa baru
Sandal jepit, baju dan kaos mengurangi nuansa tempo dulu
Utuh semua corak tradisional
Wayang Lemah baju sang Dalang tidak mendukung
Nebuk traditional rice processing activity but Smartphone?
Nanusin coconut oil processing yang seorang memakai rok harian!
Tampilan memikat di BCC.
Ini juga seni pertunjukan tersendiri
Jangan foto aku, apakah begitu?
Anda bisa menemui tulisan ini di sebuah
Mushalla kecil di jalan menuju Bedugul



Just Relax!