Selasa, 18 November 2014

Srigati

Srigati, nama tempat spiritual di Ngawi Jawa Timur terletak di kawasan hutan Ketonggo kurang lebih 4 km kearah timur dari jalan raya Paron-Jogorogo dihitung dari pasar Gentong Paron. Dua kali saya kesana. Sebelumnya saya belum pernah kesana. Kali yang pertama sekitar akhir Oktober 2014, gagal total. Setiap kali bertanya kepada seseorang jawabannya selalu salah memberi arah dan tanda sehingga saya hanya berputar-putar tak tentu arah. Kali yang ke dua inipun seseorang keliru memberi arah, tetapi berbekal pengalaman perjalanan yang pertama akhirnya bisa saya temukan walaupun harus berputar-putar. Aneh!
Alas Ketonggo sebenarnya sudah saya dengar keberadaannya sejak tahun 80an, tapi nama Srigati belum eksis seperti sekarang ini. Sebagai tempat spiritual tempat ini selalu saja ada yang berkunjung. Menurut Mbah Mardji, juru kunci Srigati, khususnya di bulan Suro (Muharam) selalu ramai dikunjungi orang. Ketika saya tanya untuk apa mereka kesini, Mbah Mardji menjelaskan bahwa mereka mempunyai hajat atau keinginan yang bermacam-macam,
Sebagian masyarakat Nusantara, khusunya Jawa, memang dalam kehidupan sehari-hari meyakini adanya suatu rasa spiritual dalam dirinya. Perasaan ini kebanyakan ada dikalangan penganut Kejawen, suatu keyakinan spiritual yang cara pandang dan cara hidupnya dipengaruhi tata cara tradisi Jawa pra Islam. Kebanyakan mereka adalah para priyayi tradisional dan mereka  umumnya mengaku beragama Islam.
Kejawen ini mencoba menyatukan alam kodrat dengan Adi kodrati, sehingga tercapai satu kesatuan kehendak harmonis dan setelah itu berusaha menyerahkan diri kepada Sang Khalik secara total. Dalam usaha pencapaiannya itulah mereka menemukan tempat-tempat yang dianggap sakral yang pernah dipergunakan atau disinggahi oleh para ahli-ahli spiritual pada masa sebelumnya. Umumnya yang menjadi patokan adalah para Raja atau abdi dalem keraton pada masa-masa akhir Majapahit, Demak. Pajang dan Mataram Islam dan jangan lupa para wali penyebar agama Islam di Jawa.
Tapi uniknya Srigati ini malah menyimpan legenda adanya seorang pertapa bernama Srigati yang nantinya menurunkan raja-raja besar seperti raja-raja dari kerajaan Sigaluh dan Pajajaran di Jawa Barat serta raja-raja Majapahit.Walahualam! Tentu para ahli sejarah harus mengernyitkan dahi dan berpikir keras atas cerita legenda ini.

Gerbang Srigati
Tempat persinggahan Noyo Genggong dan Sabdo Palon di Srigati
Yang unik, Srigati ternyata menyimpan beberapa cerita legenda masa lampau. Contohnya Noyo Genggong dan Sabdo Palon. Legenda ini berkaitan dengan tanda-tanda alam. Anda bisa membacanya disini!

Isi rumah Noyo Genggong dan Sabdo Palon di Srigati. Ada bekas pemujaan,
2 botol minyak wangi, dupa, menyan, bunga dan kotak amal disitu.

Konon katanya, Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia pernah
singgah disini! Tanpa prasasti
.
Ini disebut pesanggrahan Kori Gapit, tempat makam eyang Singo Menggolo.
Nama Singo Menggolo diduga adalah Damar Wulan yang mempunyai tanah Magersari di desa Baluk Kecamatan Karangrejo Magetan. Tetapi nama Damar Wulan ini bisa berbeda dengan Serat Damarwulan yang juga mengisahkan tentang Damarwulan yang mengalahkan Minak Jinggo. Walahualam!

Tempuran Srigati, bertemunya 2 sungai dari gunung Lawu dan sungai hutan Ketonggo,
tempat favorit pengunjung.
Tempuran Srigati ini wingit dan penuh misteri. Tempat yang selalu dituju oleh para pengunjung di Srigati. Menurut Mbah Marji, jika anda mandi ditempuran ini bisa menghilangkan aura buruk akibat ilmu hitam.

Jalan tangga naik-turun di tempuran Srigati. Anda harus sehat untuk naik
dan melintasi tangga ini.
Anda mungkin tidak percaya kalau tempat ini dinamakan Tugu Emas.
Tidak ada emasnya hanya batu bertumpuk.
Tugu emas, Tempuran dan Umbul Jambe adalah 3 tempat favorit pengunjung Srigati. Di Tugu emas masih menyisakan bekas-bekas pemujaan berupa Dupa. Kemenyan dan Bunga. Sulit dipercaya apa sebenarnya yang ada dalam pikiran para pemuja terhadap harapan yang ingin dicapainya.

Para pengunjung malah berfoto ria di altar pemujaan. Kenapa ya?
Ketika saya ditawari untuk menuju Umbul Jambe yang jaraknya tingal 3 km saya langsung bertanya bisa naik mobil tidak? Wah..tidak bisa..jalan menuju kesana gronjal naik turun. Saya memilih tidak kesana saja.
Sore itu juga saya menuju Waduk Pondok yang jaraknya 15 km di timur Ngawi. Tidak banyak yang tahu di Waduk Pondok ada tempat indah yang bisa digunakan untuk membuka mata hati. Kalau anda beruntung anda bisa melihat sinar-sinar hijau dan merah kuning berterbangan disekitar anda. Yang ini juga walahualam!

Tenang, indah dan misterius.

Batu ini ditinggalkan alat pengeruknya. Didiamkan begitu saja entah ada apa!


Just relax!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar